Katalis.net — Selama enam bulan lebih kita menghadapi pandemi Covid-19 dan sudah tidak terhitung berapa banyak bisnis yang tidak bisa bertahan. Berdasarkan survey yang dilakukan Kementerian Koperasi dan UMKM menunjukkan sebanyak 47 persen UMKM harus gulung tikar karena terdampak pandemi virus Covid-19.
Pemerintah sudah memberikan bantuan ke sektor UMKM melalui beberapa kebijakan untuk memitigasi problem UMKM, dengan harapan sektor yang memberikan kontribusi mencapai 60% terhadap Gross Domestic Product (GDP) ini pulih kembali.
Elvyn G Masassya, chairman Financial Intelligence, yang juga pernah menjabat sebagai Direktur Utama PT Jamsostek dan PT Pelindo II itu menilai, jika UMKM ingin bergerak kembali harus dipasok pendanaan baru (fresh money).
” Sumber untuk pemasokan dana itu bisa diambil dari dana penerbitan surat utang atau bisa juga dari perbankan. Tentu dengan bunga kredit yang sangat murah. Bunga yang sangat murah ini saya sebut sharing pain dari perbankan. Kelak, jika UMKM bergerak, perbankan juga akan menikmati hasilnya,” begitu ujar Elvyn.
Elvyn menambahkan, ada beberapa solusi untuk situasi UMKM saat ini diantaranya dengan cara adalah ekonomi gotong royong, ada sharing pain antar para pelaku usaha.
Hasilnya akan dinikmati bersama-sama ketika ekonomi mulai bergerak kembali. Berikutnya, harus dilakukan juga transformasi model ekonomi Indonesia. Orientasi yang awalnya pada pertumbuhan, harus bergeser ke pemerataan.
Artinya, kesempatan berusaha. Akses untuk berusaha diberikan kepada semua pihak. Contoh konkret, selama ini yang bisa mendapatkan akses bisnis besar hanya konglomerat.
” Harusnya para konglomerat itu diwajibkan membuat ekonomi gotong royong dalam ekosistem. Konglomerat harus kerja sama dengan UMKM sebagai vendor, peran UMKM sebagai suplier. Dia menjadi satu mata rantai pasokan dalam ekosistem. Sekarang kan tidak. Konglomerat mendapat pasokan dari anak usahanya, vendornya juga. Dia menjadi suatu grup yang besar. Lewat transformasi mengubah model tadi sehingga UMKM bisa bermitra dengan konglomerat,” ” tegas Elvyn G Masassya.
Elvyn menegaskan bahwa, semua hal itu tidak bisa diserahkan kepada pasar. Harus ada keterlibatan pemerintah. Bahkan, pemerintah bisa menerbitkan Perpu untuk itu.
” Situasi sekarangkan emergency. Perpu tadi untuk mewajibkan masyarakat membeli surat utang dan mewajibkan konglomerat bekerjasama dengan UMKM dalam ekosistem. Perpu nya cukup satu, namun di dalamnya banyak item-item yang intinya adalah transformasi model ekonomi Indonesia untuk mengatasi resesi.” imbuhnya.
” Kesimpulannya adalah harus ada solusi gotong royong, harus ada cross subsidy dari yang mampu kepada masyarakat tidak mampu, dan adanya keterlibatan yang signifikan dari pemerintah untuk recovery. Ada keterlibatan pemerintah, ada keterlibatan konglomerat, UMKM, dan perbankan. Dengan cara ini recovery kita bisa lebih cepat dengan suatu model ekonomi yang baru.” begitu kata Elvyn.
Contents
Pemulihan Ekonomi
Pada kesempatan wawancara yang sama Elvyn juga menyinggung soal pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Chairman Financial Intelligence itu mengatakan persyaratan utama agar ekonomi bisa recovery adalah dengan menyelesaikan dahulu masalah Covid-19 .
” Percuma kita mencari jalan keluar untuk ekonomi kalau masalah kesehatannya tidak selesai karena hasil dari recovery tidak akan optimal. Jadi, persyaratan mendasar untuk kita recovery itu adalah Covid-19 nya diatasi dulu, at all cost,” tegasnya.
Banyak negara menghadapi resesi ekonomi yang dipicu oleh pandemi Covid-19. Isunya bukan soal mampu atau tidak mampu menghadapi resesi ekonomi.
Tapi, berapa lama dibutuhkan waktu untuk kembali pulih (recovery). Itu yang akan membedakan antara satu negara dengan negara yang lain. Dalam perspektif Elvyn G Masassya, sebelum mencapai recovery harus faham terlebih dulu apa itu filosofi ekonomi negara.
” Sederhananya begini. Sebuah negara pasti berkeinginan rakyatnya sejahtera. Persyaratan untuk sejahtera itu ada tiga faktor utama, yaitu pertama, rakyatnya harus sehat.
Kedua, rakyatnya harus pintar dan ketiga, rakyatnya harus berpenghasilan. Kini, kita terkena pandemi Covid-19 sehingga ketiga aspek tadi terganggu. Rakyat menjadi tidak sehat, orang sekolah menjadi terganggu, dan kemudian dampak ekonominya membuat banyak orang tidak berpenghasilan.
Oleh karena itu, persyaratan utama agar ekonomi bisa recovery adalah dengan menyelesaikan dahulu masalah Covid-19 nya.” ujar Elvyn G Masassya
Elvyn menambahkan, dalam konteks recovery polanya dibagi menjadi tiga jenis. Pertama, recovery pola kurva “V”, yaitu kondisi ekonomi turun lalu kembali naik lagi ke atas. Versi kedua adalah kurva “U”, yaitu turun ke bawah, namun dalam waktu sekitar dua hingga tiga tahun, naik ke atas lagi. Kondisi paling kacau adalah bila kurva “L”, dimana ekonomi mengalami resesi dan masa untuk pemulihannya panjang sekali. “Jika kita tidak mampu menangani Covid-19, saya khawatir, recovery kita bentuknya kurva “L”, imbuhnya.
Money Transfer ke Masyarakat
Di Indonesia, jika mau recovery tidak bisa bertumpu semata mata pada masyarakat atau swasta. Pemerintah harus hadir. Pemerintah harus melakukan segala cara untuk involve untuk recovery ekonomi. Termasuk melakukan money transfer besar-besaran ke masyarakat.
Dalam sebuah wawancara dengan Investor Daily, Elvyn mengatakan, Pemerintah harus melakukan money transfer ke masyarakat. Apakah itu melalui Bantuan Langsung Tunai (BLT), apakah melalui pola lain, termasuk pembukaan lapangan pekerjaan baru.
Ini berarti kebijakan pemerintah tidak bisa hanya dari sisi fiskal atau moneter saja, tapi multi policies. Artinya, ada berbagai kebijakan yang ditautkan untuk bisa mendorong demand masyarakat. Jika demand masyarakat sudah ada, tentu produksi meningkat.
Kalau produksi meningkat, lapangan pekerjaan akan muncul. Lapangan pekerjaan muncul, maka pendapatan diperoleh. Begitulah dia berputar seterusnya. Artinya, dari pemerintah selain menaikkan demand masyarakat, juga melakukan harus money transfer untuk menaikkan produksi. Harus melakukan upaya membuka lapangan pekerjaan sehingga masyarakat punya pendapatan.
Untuk melakukan semua itu maka pertama, lakukan fiscal expantion, yaitu pemerintah mengeluarkan uang sedemikian rupa kepada masyarakat secara langsung. Bukan kontraksi. Bukan malah meminta atau menaikkan pajak. Dalam situasi resesi pajak itu harus seminimal mungkin, bahkan kalau perlu ditunda. Supaya ada uang di masyarakat untuk mereka punya demand.
Elvyn menambahkan, untuk mendapatkan fiscal expantion pemerintah bisa mencetak uang atau pemerintah berutang. Tapi, opsi cetak uang perlu hati-hati karena akan memicu masalah baru yang lebih besar. Uang beredar yang terlalu banyak dari mencetak uang akan menyebabkan inflasi. Ini berbahaya.
Elvyn cenderung memilih pemerintah untuk berutang, berhutang tidak ada salahnya jika untuk mendorong perekonomian. Tinggal persoalannya, berutang kepada siapa.
“Saya punya pemikiran yang agak berbeda. Pilihan berutang dalam kondisi saat ini seharusnya kepada masyarakat. Di Indonesia ada 280 ribu orang yang uangnya di bank di atas Rp 2 miliar, yakni dari Rp 2 miliar hingga trilunan rupiah.
Artinya masyarakat ini tidak terkena dampak resesi. Dia masih punya tabungan yang sangat besar. Oleh karena itu, pilihan berutang ke masyarakat harus bersifat mandatory. Konkretnya, pemerintah menerbitkan surat utang, lalu dibeli oleh masyarakat sesuai kemampuannya.
Misal, orang yang berpendapatan tetap Rp 10 juta, bisa memakai 10%-nya untuk membeli surat utang. Kalau pendapatan Rp 100 juta, maka 10%-nya atau Rp 10 juta untuk membeli surat utang. Secara progresif, begitu seterusnya.
Dengan cara ini pemerintah akan mengumpulkan dana dalam jumlah cukup banyak dari masyarakat. Dan, bagi masyarakat manfaatnya, mereka yang membeli surat utang itu bisa membayar dengan offset pajak, tapi nanti, tiga tahun lagi ketika ekonomi sudah mulai kembali pulih, perkiraan pada 2023 atau 2024. Lewat cara ini masyarakat akan sukarela untuk membeli surat utang pemerintah.
Dengan demikian, pasokan uang ke masyarakat, sebenarnya bersumber dari dana masyarakat juga. Ini semacam cross subsidy dari masyrakat mampu kepada masyarakat tidak mampu. Dan, cross subsidy tidak diperoleh secara gratis melainkan pemerintah berutang kepada masyarakat,” jelas Elvyn G Masassya.