PPKM Darurat: Masjid Tutup, Shalat Jumat Tidak Ada, Bagaimana Hukumnya?

Masjid Ditutup Untuk Cegah Covid-19 (Straits Times)
Masjid Ditutup Untuk Cegah Covid-19 (Straits Times)

Katalisnet.com — Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat diberlakukan di 122 kabupaten/kota di Pulau Jawa dan Bali selama 17 hari, pada 3-10 Juli 2021.

Salah satu aturan PPKM Darurat mengharuskan masjid dan tempat ibadah agama lainnya tutup. Disebutkan, tempat ibadah (Masjid, Mushola, Gereja, Pura, Vihara dan Klenteng serta tempat umum lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah) ditutup sementara.

Contents

Dewan Masjid Dukung

Menanggapi penutupan masjid selama PPKM Darurat, Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla (JK) menyatakan mendukung penutupan sementara rumah ibadah (masjid).

Meski demikian, JK menegaskan, adzan tetap harus dikumandangkan selama penutupan. Muadzin tetap mengumandangkan adzan sesuai waktu sholat. Begitu pula marbot masjid tetap ke mesjid sebagaimana biasa.

JK menilai, PPKM Darurat adalah langkah tepat untuk melindungi masyarakat dari paparan virus Covid-19. Menurutnya, rumah ibadah merupakan salah satu tempat yang potensi menimbulkan kerumunan sehingga dapat mempercepat laju penyebaran Covid-19.

“Rumah ibadah akan ditutup itu adalah salah satu cara yang baik ntuk melindungi kita semua,” kata JK sebagaimana dikutip laman resmi DMI, Kamis (1/7/2021).

JK mengemukakan, dalam ajaran Islam hal yang paling utama adalah menjaga keselamatan sesama. Untuk itu, ia mengimbau agar umat Islam di Indonesia mematuhi peraturan pemerintah dengan tidak berkumpul di masjid demi keselamatan sesama.

Read More

Shalat Jumat Ganti Zhuhur

Penutupan masjid untuk shalat berjamaah selama PPKM Darurat 3-20 Juli 2021 mengakibatkan dua kali shalat Jumat di masjid, yakni 9 dan 16 Juli, ditiadakan. Sebagai gantinya, umat Islam shalat Zhuhur di rumah, sebagaimana imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

Wakil Ketua Umum MUI Buya Anwar Abbas sebelumnya mengajak umat Islam yang berada di zona merah Covid-19 agar mengganti shalat Jumat dengan shalat Dhuhur di rumah.

Seruan Buya Anwar ini sejalan dengan fatwa-fatwa MUI, khususnya terkait Covid-19. Selain shalat Jumat di zona merah, ia juga mengajak shalat berjamaah di masjid atau mushala untuk sementara waktu dilaksanakan di rumah.

“Berdasarkan fatwa-fatwa yang dikeluarkan, MUI meminta masyarakat tidak melaksanakan shalat Jumat dan shalat berjamaah di daerah terkategori zona merah, ” ujarnya dikutip website resmi MUI, Jumat (25/6/2021).

Ia mengatakan, ajakan untuk sementara tidak melaksanakan shalat berjamaah di luar rumah ini sejalan dengan Al-Qur’an dan hadist.

Inti ajaran agama Islam juga mewajibkan umatnya menjaga diri, orang lain, dan keluarga dari segala bentuk hal yang membinasakan.

“Umat Islam tidak boleh melangsungkan kegiatan yang mencelakai diri sendiri dan orang lain. Saat ini banyak sekali orang yang statusnya tanpa gejala (OTG), secara fisik sehat, namun di dalam dirinya terpapar Covid-19. Akan sangat berbahaya apabila ada yang berkontak dengan OTG karena memungkinkan terpapar,” ujarnya.

Dia pun mendukung kebijakan beberapa pimpinan daerah yang melarang berlangsungnya shalat Jumat dan menggantinya shalat Dhuhur karena penyebaran Covid-19 tak terkendali.

Kepada zona-zona di bawah zona merah, karena kondisi Covid-19 sedang naik lagi, dia meminta agar protokol kesehatan dijalankan secara ketat. Dengan begitu, maka kapasitas masjid harus lebih dibatasi.

“Saya khawatir ada saja pihak yang tidak tunduk dan patuh protokol kesehatan. Itu membahayakan dirinya dan orang lain. Maka khusus umat Islam di zona merah, wajib mengikuti pemerintah dan para ahli untuk mengganti shalat Jumat dengan shalat dhuhur di rumah,” ujarnya.

Hukum Masjid Ditutup, Pasar Dibuka

Terkait hukum masjid ditutup sedangkan pasar masih dibuka, masjid dan pasar adalah dua hal berbeda yang tidak bisa dibandingkan.

Mengutip penjelasan di laman Konsultasi Syariah, salah satu perbedaan antara keduanya adalah masjid masih ada pengganti, sementara pasar tidak.

Dijelaskan, melaksanakan sholat bisa dilakukan di mana pun, asalkan tempatnya suci, sebagaiamana hadits Nabi saw,

جعلت لي الأرض مسجدا وطهورا

“Seluruh bumi telah dijadikan tempat sujud (masjid) untukku, dan sarana bersuci.” (HR Bukhori dan Muslim)

Pasar tidak sefleksibel tempat sholat. Pasar tidak bisa digantikan. Masyarakat butuh makanan pokok, kebutuhan sehari-hari, obat-obatan, dll. Mereka tak bisa menemukan itu di rumah, di sawah, di hutan, di gunung, di gua, di tengah gurun pasir. Itu semua hanya bisa didapatkan di pasar.

Dengan demikian, meski masjid ditutup karena alasan pencegahan corona, ibadah sholat tetap bisa dilaksanakan di rumah. Adapun jika pasar, toko, mall, semua ditutup, kebutuhan makan dan kesehatan masyarakat tidak bisa terpenuhi. Padahal, menjaga nyawa juga merupakan kewajiban dalam Islam.

Oleh karenanya, para ulama hanya menghimbau menutup masjid, bukan pasar. Karena kewajiban melaksanakan sholat di masjid dapat tergantikan, masih bisa ditunaikan di tempat selain masjid seperti di rumah.

Sementara kewajiban memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, tak dapat tergantikan, hanya bisa didapat di pasar, tak bisa digantikan.

Alasan lainnya mengapa masjid tutup pasar buka yaitu konsentrasi massa di masjid sifatnya berulang setiap hari, sementara di pasar tidak.

Di masjid umat Islam berkumpul setiap hari, bahkan sehari lima kali. Sementara orang belanja ke pasar tidak setiap hari, cukup sepekan sekali atau dua pekan sekali atau sebulan sekali, sehingga potensi penularan corona di masjid, lebih besar.

Alasan lainnya, menjaga jarak atau physical distancing sangat susah dilakukan di masjid, sementara di pasar lebih mudah.

WHO merekomendasikan menjaga jarak fisik sekurangnya satu meter karena jangkauan droplet yang menjadi media penyebaran virus Corona adalah sekitar satu meter.

Di masjid jamaah shalat dituntut untuk merapatkan shaf atau setidaknya berdekatan. Kemudian karpet, sajadah masjid atau lantai tempat sujud, berhubungan langsung dengan mulut dan hidung, yang menjadi sumber penularan virus Corona.

Ini menyebabkan penyebaran corona lebih cepat di masjid. Adapun di pasar, physical distancing lebih mudah diupayakan. Karena ruangnya yang lebih bebas dan luas.*

 

Related posts