Katalisnet — Para pemimpin mengevaluasi segalanya dengan intuisi seorang pemimpin.
Intuisi adalah sebuah kualitas yang sulit untuk didefinisikan. Anda mengembangkan intuisi seiring berjalannya waktu, melalui pengalaman, tetapi Anda harus siap melaksanakannya dalam satu detakan jantung.
Intuisi memampukan pemimpin untuk membaca keadaan mereka, orang-orang lain, dan sumber daya yang tersedia, dan mengintegrasikan pengertian itu sehingga mereka dapat bertindak dengan spesifik di dalam konteks yang lebih luas.
Intuisi menawarkan sebuah cara kreatif untuk menghubungkan masalah dengan solusi dengan melihat setiap situasi melalui lensa kepemimpinan.
Pengetahuan dan imbangan pengalaman adalah pembentuk kebijaksanan, memang tidak semua dapat berjalan secara sinergis. Secara umum, hal tersebut akan membentuk subjektifitas yang berbuah sebagai karakter dan prilaku Individu didalam sebuah organisasi.
Hal ini yang kemudian kerap menghinggapi para pemimpin, dimana faktor subjektifitas akan berhadapan dengan kebutuhan objektifitas.
Kemudian diistilahkan sebagai faktor Intuisi kepemimpinan. Kebutuhan untuk bertindak objektif, akan berbenturan dengan otoritas pengambilan keputusan sesuai kewenangan yang dimiliki.
Meskipun kerap kali dapat pula terjadi kegagalan dalam bias pengambilan kebijakan karena sifat Intuisi yang tidak didasarkan pada ukuran kuantitatif yang terlalu cermat.
Pencermatan akan faktor subjektifitas dapat berujung pada Posisi yang tidak menguntungkan bila dilaksanakan secara absolut tanpa ada pembanding terkait.
Pada puncak kepemimpinan, Intuisi adalah hal yang kerap dikelabui oleh relasi kemanusiaan dalam organisasi, sehingga berubah menjadi perilaku “like and dislike” karena problem kedekatan.
Dititik itu, subjektifitas menjadi kontraproduktif. Sejatinya, subjektifitas menjadi indikator kemampuan kepemimpinan secara situational karena kebutuhan yang mendesak sesuai dengan dorongan perubahan baik secara eksternal maupun internal. (Yudhi Hertanto)