“Bagaimana Mengejawantahkan Pernyataan Presiden yang akan Mengutamakan Aspek Kesehatan dalam Penanganan Covid-19?
Katalis.net — Saat membuka Sidang Kabinet Paripurna baru-baru ini, Presiden Joko Widodo menyatakan fokus pemerintah dalam menangani pandemi virus corona tetap mengutamakan kesehatan dan keselamatan masyarakat.
Menurut Jokowi, penanganan di sektor kesehatan menjadi kunci agar perekonomian negara bisa kembali pulih.
Pernyataan Presiden bahwa pemerintah mengutamakan penanganan masalah kesehatan daripada stimulus ekonomi, direspons beragam oleh sejumlah kalangan.
Pernyataan itu dinilai terlambat—mengingat saat ini jumlah kasus positif Covid-19 sudah melampaui 200 ribu orang dan sejumlah rumah sakit rujukan Covid-19 mulai penuh sesak dan tak mampu menampung.
Seorang juru wabah bahkan mengibaratkan, Presiden mulai siuman, mulai sadar. Fakta lain, Indonesia berada pada urutan terburuk keempat dari bawah dalam penanggulangan Covid-19 di antara negara-negara di dunia.
Selain itu, ada pula yang menilai bahwa pernyataan presiden hanyalah retorika politik belaka. Karena hal itu bisa diukur dari besarnya anggaran aspek kesehatan.
Misalnya soal anggaran yang dialokasikan pemerintah untuk penanggulangan pandemi Covid-19 sebesar Rp87,5 triliun yang hanya 10 persen dari total anggaran sekitar Rp900 triliun.
Dari Rp87,5 triliun itu pun, hanya Rp25,7 triliun yang diserap melalui Kemenkes.
Alih-alih fokus pada aspek kesehatan, anggaran selama pandemi Covid-19 banyak meluncur untuk sektor ekonomi.
Misalnya, insentif pemerintah untuk usaha dan pajak sebesar Rp120,61 triliun, subsidi dan hibah UMKM sebesar Rp123,47 triliun, dan tambahan PMN BUMN sebanyak Rp14 triliun.
Lantas, dalam situasi yang kian genting ini, bagaimana mengejawantahkan pernyataan Presiden Joko Widodo yang akan mengutamakan aspek kesehatan dalam penanganan Covid-19?
Apa langkah lanjutan yang mesti ditindaklanjuti Satgas Covid-19 agar pernyataan tersebut tak berhenti menjadi pernyataan semata?
Guna menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Radio Idola Semarang berdiskusi dengan Ahmad Heri Firdaus Pengamat Ekonomi Institute for Developmnet of Economics and Finance (INDEF).
(andi odang/her)