Katalis.net — Technopreneurship adalah cabang bisnis gabungan antara pemanfaatan teknologi informasi dengan bisnis konvensional. Pelakunya disebut technopreneur atau teknopreneur.
Teknopreneurship belakangan kian menarik untuk digeluti, karena mampu menawarkan solusi atau substitusi dari produk barang maupun jasa kebutuhan sehari-hari.
Di Indonesia sudah banyak technopreneur sukses yang bisa dijadikan sebagai inspirasi. Sebut saja Founder Tokopedia, William Tanuwijaya, Founder Bukalapak Ahmad Zaki, atau Nadim Makarim founder Gojek yang kini menjabat sebagai menteri.
Pengertian Technopreneurship
Apa itu Technopreneurship? Secara umum, Technopreneurship adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebut sebuah bisnis berbasis teknologi internet.
Technopreneurship belakangan ini menjadi pembahasan menarik di kalangan anak muda di seluruh dunia. Pasalnya, technopreneurship mampu membuka peluang bisnis baru yang sebelumnya dirasa kurang efektif untuk dilakukan.

Pengertian Technopreneur
Apa Itu Technopreneur? Technopreneur adalah istilah yang digunakan untuk menyebut seseorang yang memutuskan untuk menjalankan bisnis dengan memanfaatkan teknologi –dari kata technology dan entrepreneur.
Tahukah Anda, jika para miliarder dunia saat ini sebagian besar didominasi oleh para technopreneur?
Sebut saja Bill Gates yang sukses menjadi seorang teknopreneur melalui Microsoft atau Mark Zuckerberg yang sedari muda sudah sukses membangun platform social media dengan jumlah pengguna hampir sepertiga penduduk dunia 2,5 miliar.
Sejarah Teknopreneurship
Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang memiliki pengaruh besar dalam dunia Technopreneurship. Sederet perusahaan raksasa berhasil lahir dan tumbuh di negara adidaya ini dalam kurun waktu beberapa dekade terakhir.
Contoh Technopreneur dari negeri paman sam adalah Facebook, Apple, Google, Microsoft, eBay, Amazon, Intel, IBM, dan masih banyak lainnya.
Contoh Technopreneur
Contoh nyata dari technopreneur sejati adalah sosok pendiri Google, Facebook, Alibaba, pendiri Gojek dan berbagai perusahaan teknologi terkemuka dunia lainnya.
Di dalam bisnis, seseorang tidak harus memiliki perusahaan berskala global untuk bisa dibilang sebagai technopreneur. Pasalnya, untuk menekuni bisnis ini Anda hanya perlu ide aplikasi atau website yang dikemas untuk memudahkan aktivitas sehari-hari.
Perbedaan Enterpreneur dan Technopreneur
Secara garis besar, teknopreneurship sebenarnya merupakan bagian dari enterpreneurship.
Namun, dalam praktiknya, technopreneur lebih memanfaatkan teknologi sebagai core utama bisnis. Sementara enterpreneur lebih menedepankan transaksi konvensional berupa barang atau jasa.
Selain itu, tingkat persaingan juga bisa menjadi perbedaan antara enterpreneur dan technopreneur. Hal ini terjadi karen biasanya seorang technopreneur menawarkan ide baru atau substitusi dari produk konvensional dimana tingkat persaingan pasarnya masih rendah.
Peluang Technopreneurship di Indonesia
Menilik sumber daya serta potensi pasar yang ada, Indonesia memiliki peluang yang besar di bidang technopreneur.
Peluang kebermanfaatan teknologi ini bisa dilihat dari jumlah pengguna smartphone yang setiap tahun semakin bertambah serta perilaku konsumtif yang sulit terkendali.
Dilihat dari segi pendanaan dan investasi, saat ini beberapa investor dunia tercatat sudah mulai menunjukkan ketertarikkannya untuk menanamkan modal dalam jumlah besar.
Contohnya, Softbank yang saat ini menanamkan investasi jutaan dollar Amerika Serikat ke Tokopedia dan beberapa startup lainnya. Ada juga investor lokal dari Djarum group yang mendukung pendanaan startup e-commerce Blibli.com.
Kondisi tersebut tentu menjadi sinyal positif yang bakal memperlanjar para technopreneur untuk mengembangkan idenya.
Keuntungan Menjadi Terchnopreneur
1.Tidak Membutuhkan Modal Besar
Dalam dunia technpreneur, modal yang paling berharga adalah ide awal, kemudian dari ide tersebut dilakukan eksekusi dengan cara membuat minimum viable product (MVP) sebagai uji pasar.
Seluruh eksekusi ini biasanya dimulai dari tahap startup, sehingga bisa dilakukan hampir tanpa modal. Anda hanya butuh menemukan team yang terdiri dari Co-Founder, CFO, CTO, dan bussines development yang bersedia untuk dibayar menggunakan saham.
2.Tidak Perlu Kantor yang Besar
Bisnis berbasis teknologi umumnya bisa dikerjakan dimana saja, asalkan ada laptop/PC dan koneksi internet. Team yang mendukung pun bisa diatur untuk bekerja secara remote dari rumah masing-masing, jadi menghemat biaya sewa gedung untuk operasional bisnis di awal-awal perusahaan berkembang.
3.Berpotensi Mendapatkan Valuasi Besar
Meski baru menjadi trend beberapa dekade terakhir, perusahaan startup teknologi saat ini sudah banyak yang sukses dari segi valuasi. Bahkan, perusahaan teknologi seperti Gojek, Tokopedia, atau Traveloka saat ini sudah berhasil melampaui perusahaan konvensional yang sudah berjalan puluhan tahun.
4.Bisa Dimulai Dari Rumah
Tahukah Anda jika perusahaan raksasa sekelas Apple, Microsoft, Google, atau Amazon awalnya hanya dimulai dari garasi rumah?
Technopreneurship adalah soal pinsip dan inovasi, sehingga perusahaan teknologi memang sesederhana itu untuk awal mulanya, karena yang dibutuhkan sebatas produk prototype (MVP) yang bisa beroperasi.
Kesimpulan
Di era digital yang semakin canggih seperti sekarang ini, menjadi pebisnis tidak harus modal besar atau memiliki ide awal yang cemerlang.
Namun, bisa juga dimulai dari keberanian serta inovasi untuk memberikan solusi atas masalah sehari-hari.
Jika Anda tertarik untuk menekuni dunia technopreneurship, jangan lupa untuk memaksimalkan branding sebagai bagian dari pemasaran.
Sebagai langkah awal, Anda bisa mulai dengan membuat website. Butuh bantuan? Kontak saja Tim Katalis!
Sumber: Qwords