Katalisnet — Kemacetan lalu lintas telah meningkat di banyak negara, dan semuanya menunjukkan bahwa kondisi itu akan terus menjadi lebih buruk mengancaman kualitas kehidupan perkotaan.
Ekspresi utamanya adalah mengakibatkan peningkatan waktu perjalanan, konsumsi bahan bakar, biaya operasi lainnya dan pencemaran lingkungan.
Kemacetan terutama disebabkan oleh penggunaan mobil secara intensif, kepemilikan yang menyebar secara masif di beberapa daerah termasuk kota Bandung dalam beberapa dekade terakhir.
Mobil pribadi memiliki kelebihan dalam hal memfasilitasi mobilitas pribadi, dan memberi sensasi keamanan dan bahkan status yang lebih tinggi, terutama dalam pembangunan negara.
Namun, kendaraan probadi bukanlah alat transportasi penumpang yang efisien, karena rata-rata pada jam-jam sibuk setiap penumpang mobil pribadi menyebabkan sekitar 11 orang kali lebih banyak kemacetan sebagai penumpang di transportasi umum.
Situasi ini semakin diperparah oleh masalah desain jalan dan perawatannya di perkotaan, informasi yang salah tentang kondisi lalu lintas, dan manajemen transportasi yang tidak sesuai oleh otoritas yang bertanggung jawab, yang sering kali terpecah dalam implementasinya.
Efek berbahaya dari kemacetan diderita langsung oleh semua orang, pengguna angkutan umum yang butuh waktu lebih lama untuk bepergian dari satu tempat ke tempat lain karena kemacetan.
Semua penduduk kota juga terpengaruh, dalam hal penurunan kualitas hidup mereka melalui faktor polusi udara dan kebisingan yang lebih besar dan dampak negatif jangka panjang pada kesehatan dan keberlanjutan kota. Sehingga menjadi sangat penting untuk mengendalikan kemacetan
Kemacetan karena volume lalu lintas lebih besar dari kapasitas
Bagian Humas Setda Kota Bandung kembali menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pra NgoPi Bandung sesi ke-4 dengan tema “Infrastruktur dan Kemacetan” di Hotel Grandia, Jalan Cihampelas, Kota Bandung, Selasa (3 November 2020).
FGD menghadirkan narasumber, yaitu Soni Sulaksono (Pakar Infrastruktur dan Transportasi), Noe Firman Rachmat (Pimpinan Redaksi Pikiran Rakyat), dan Windu Mulyana (Pegiat Media Sosial/Aktivis).
Selain itu hadir pula Perwakilan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait sesuai dengan isu yang dibahas.
Kepala Bagian Humas Setda Kota Bandung, Sony Teguh Prasatya mengatakan, FGD Pra-Ngopi Bandung (Ngopi Perihal Kota Bandung) bertujuan memfasilitasi forum diskusi antara masyarakat yang diwakili oleh para pakar infrastruktur dan transportasi, media massa yang diwakili pemimpin redaksi, serta aktivis media sosial dengan OPD di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung
“Kita duduk bersama disini untuk membicarakan dan membahas sesuai dengan tema yaitu mengenai infrastruktur dan transportasi,” kata Sony.
Tujuan utamanya, lanjutnya, untuk memperkuat program yang telah dilaksanakan oleh OPD. Juga untuk menerima aspirasi masyarakat mealui saran dan masukan dari para pakar.
Menurutnya, Pemkot Bandung sudah optimal menjalankan tugas dan fungsinya membangun Kota Bandung. Khususnya pada permasalahan infrastruktur dan transportasi.
“Semua bekerja, dari mulai pengamanan jalan, pengaturan lalu lintas, penyediaan sarana berinovasi lain dan program-program lain, apakah Dishub ataupun Dinas PU,” ungkapnya.
Namun ia mengakui, masih ada kekurangan yang perlu diperbaiki. “Tidak menutup kemungkinan bahwa dari apa yang kita lakukan secara optimal dan kerja keras ini masih memiliki kelemahan dan kekurangan,” tuturnya.
Sony berharap, melalui FGD ini melalui dapat mendapat kritikan dan masukan yang bersifat konstruktif dan solutif bagi keberlangsungan pembangunan infrastruktur dan transportasi di Kota Bandung.
“Dan hasil rekomendasi dan diskusi kita semua akan dibawa menjadi satu masukan kepada pimpinan yang dibahas dalam pertemuan NgoPi Bandung dan akan menghadirkan elemen masyarakat bersama pimpinan kota,” ucapnya.
Sementara itu, Pakar Infrastruktur dan Transportasi, Soni Sulaksono mengatakan, kemacetan dapat terjadi karena beberapa aspek antara lain aspek rambu marka jalan tidak jelas dan ruang jalan yang tidak efisien.
“Bobot penyebab kemacetan yang paling utama adalah karena volume lalu lintas lebih besar dari kapasitas, diperparah dengan ruang jalan yang tidak efisien. Ada parkir di pinggir jalan,” katanya.
Menurutnya kemacetan di kota-kota pada negara maju memiliki karakteristik yang berbeda dengan kota-kota di negara sedang berkembang seperti Indonesia. “Pada negara-negara maju kemacetan terkontrol durasi dan intensitasnya, antisipasi kemacetan terukur dan terintegrasi, law enforcement jelas dan konsisten,” ujarnya.
Ia mengungkapkan, untuk menjadi kota transportasi terintegrasi terbaik serta menekan angka kemacetan yaitu melalui inovasi bagi pejalan kaki dan sepeda serta integrasi angkutan umum.
Selain itu ia berharap, Pemkot Bandung harus bersikap konsisten dengan kebijakan yang sama. Hal itu merupakan kunci untuk menekan atau mengurai kemacetan di Kota Bandung.
“Penguraian kemacetan dianalogikan seperti benang kusut, maka kita lihat 3 benang kemudian kita tarik secara konsisten untuk mengurai benang kusut itu.
Kuncinya cuma satu, yaitu konsisten. Siapapun wali kotanya, harus konsisten dengan kebijakan yang sama,” paparnya.
Narasumber ketiga yang merupakan Pegiat Media Sosial/ Aktivis, Wndu Mulyana mengatakan, ada beberapa upaya yang memungkinkan dapat menekan angka kemacetan.
“Pengurangan jumlah kendaraan bermotor melalui kenaikan tarif parkir membatasi usia pakai kendaraan, subsidi BBM untuk angkutan umum, perbaiki dan perbaharui sistem angkutan umum dan electronic road pricing,” jelas anggota komunitas bike to work ini.
(Katalisnet – Humas Setda Kota Bandung)