Katalis.net — Ekonomi kreatif adalah warisan budaya Indonesia yang kaya dan tercermin dalam sejarah panjang kerajinan, seni, dan hiburan. Sehingga warisan budaya dapat memberikan landasan yang berharga bagi industri kreatif.
Para pemilik usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) lambat laun menyadari bahwa potensi bisnis mode, musik, kerajinan tangan, dan furnitur, serta jamu asli jauh melampaui batas-batas lokal bahkan nasional.
Faktanya, bisnis tersebut telah lama populer di kalangan turis asing, kerajinan tangan dan produk batik Indonesia dapat memperoleh harga premium yang signifikan saat dijual di luar negeri, di mana kualitas baru dan eksotis mereka lebih dihargai.
Namun, untuk sepenuhnya merealisasikan potensi ekspor mereka, produsen perlu mempertahankan kualitas yang konsisten dalam jumlah yang cukup.
Definisi yang jelas dari istilah ekonomi kreatif tidak ada; sebagian besar uraian meninggalkan banyak tumpang tindih dengan industri lain.
Laporan Ekonomi Kreatif Perserikatan Bangsa-Bangsa menerapkan istilah tersebut pada “aktivitas yang melibatkan kreativitas dan / atau inovasi budaya”.
Indonesia menggunakan definisi yang sangat luas, di mana ekonomi kreatif mempekerjakan sekitar 12 juta orang.
Secara khusus, ekonomi kreatif mencakup 15 kegiatan ekonomi berikut: periklanan, arsitektur, seni dan antik, kerajinan dan furnitur, desain, mode, film dan fotografi, permainan interaktif, musik, seni pertunjukan.
Penerbitan, perangkat lunak, radio dan televisi, penelitian dan pengembangan , serta – budaya kuliner juga termasuk didalamnya.
Contents
Katalis inovasi
Tahun 2020 menjadi potensi bagi Ekonomi Kreatif Indonesia. Dengan pertumbuhan PDB yang dihasilkan terus bertumbuh sejak 2017 silam. Indonesia akan mengandalkan Ekonomi Kreatif dengan 14 Subsektornya sebagai salah satu kekuatan ekonomi negara merah putih ini.
Sejauh ini pertumbuhan industri kreatif cukup tinggi dan menunjukkan tren positif. Namun demikian, masih banyak pihaknya atau pelaku industri yang belum muncul untuk memanfaatkan momentum tersebut. Bahkan, jumlah pelaku industri kreatif di Tanah Air masih kalah dengan negara lain.
Ekonomi kreatif merupakan penyeimbang yang sehat bagi siklus industri ekstraktif Indonesia, yang cenderung menyeret semua pemangku kepentingan melalui pasang surut pasar komoditas global. Dengan demikian, ekonomi kreatif penting untuk penciptaan lapangan kerja dan untuk menginspirasi kewirausahaan di antara populasi yang relatif muda di negara ini.
Sadar akan potensi ekonomi yang masih belum terbuka dalam kapasitas kreatif beberapa ratus suku, pemerintah mendukung segmen tersebut dengan berbagai cara. Ini termasuk penyelenggaraan pameran perdagangan di seluruh negeri dan luar negeri untuk memamerkan perusahaan lokal dan produk serta layanan mereka.
Pada dasarnya klaster industri bertujuan untuk meningkatkan integrasi vertikal dan horizontal sehingga daya saing berbagai industri, termasuk fashion, kerajinan tangan dan perangkat lunak.
Meskipun pembentukannya sejauh ini belum berkembang jauh melampaui tahap perencanaan.
Taman budaya di berbagai provinsi menyediakan ruang untuk merayakan warisan budaya dari tarian daerah dan kesenian asli hingga kerajinan tradisional dan untuk menggali potensi ekonomi mereka.
Jawaban Indonesia untuk Silicon Valley
Ekonomi kreatif Indonesia sangat berpotensi, dan tentunya upaya pemerintah untuk memeliharanya, jauh melampaui produk dan layanan yang berakar langsung pada warisan budaya. Khususnya, ini meluas ke media baru, teknologi informasi, dan ekonomi berbasis pengetahuan yang sedang berkembang.
Orang Indonesia sudah menjadi pengguna setia platform media sosial seperti Facebook, Twitter atau Path.
Peluncuran broadband berkecepatan tinggi, peningkatan internasionalisasi, dan peningkatan standar pendidikan memberikan dasar untuk pembuatan perangkat lunak dan proyek TI.
Sekitar 140 km dari Jakarta, Bandung ingin menampilkan dirinya sebagai pusat teknologi dan hub start up. Kota terbesar ketiga di negara itu, yang memiliki reputasi sebagai pusat budaya dan kreatif yang dinamis, telah menyerahkan plot seluas 800 hektar ke Technopolis, jawaban penuh harapan Indonesia untuk Silicon Valley.
Berkaitan erat dengan pertumbuhan media konvensional dan digital yaitu industri periklanan dan hiburan yang sedang berkembang pesat.
Tenaga kerja yang besar dan muda di negara ini adalah sumber daya yang berharga bagi kedua industri, sementara biro iklan juga mendapat manfaat dari belanja konsumen yang meningkat pesat.
Busana Indonesia menyatukan tradisi dan modernitas
Sementara sektor TI Indonesia masih dalam tahap awal, industri fashion memiliki peluang investasi langsung.
Pemerintah bekerja sama dengan peritel telah melakukan langkah-langkah untuk menggenjot penjualan domestik dan ekspor UMKM industri fashion melalui standarisasi dan dukungan finansial untuk pembelian mesin dan bahan baku.
Upaya Kementerian Perindustrian untuk mengeksplorasi penggunaan sumber daya alam asli, seperti serat rami, sutra, pisang atau nanas, dapat memberikan kualitas produk yang unik sehingga desainer lokal dapat membangun merek khas Indonesia untuk pasar global.
Fashion show secara berkala juga mendongkrak citra produk Indonesia di dalam dan luar negeri.
Investasi swasta dan fasilitasi dibutuhkan
Pemerintah juga mengulurkan tangan membantu ekonomi kreatifnya dengan mengarahkan bank-bank BUMN untuk memberikan pinjaman kredit kepada usaha kecil dan pengusaha dan sedang memikirkan skema pembiayaan khusus bersama dengan bank sentral untuk meningkatkan pendanaan.
Meskipun demikian, upaya ini jelas terlihat bahwa hampir setiap sub-sektor ekonomi kreatif Indonesia dapat melangkah lebih jauh dalam mengembangkan potensi penuhnya dengan bantuan pembiayaan tambahan, yang seringkali enggan disediakan oleh bank-bank komersial domestik.
Hal ini membuka peluang investasi dan kemitraan ekspor yang komprehensif, dimana importir asing akan berkonsultasi dan memfasilitasi bisnis Indonesia untuk mendunia. (gbgindonesia.com)
Ekonomi Kreatif di Jawa Barat
Dewan Pengarah Komite Ekonomi Kreatif dan Inovasi (Kreasi) Jawa Barat Dwinita Larasati mengatakan Jabar punya potensi sangat memadai untuk mengembangkan industri kreatif di era normal baru.
Sepeti diberitakan Bisnis.com, Dewan Pengarah Komite Ekonomi Kreatif dan Inovasi (Kreasi) Jawa Barat Dwinita Larasati telah membuat daftar industri kreatif yang memiliki ceruk pasar besar dan relatif mungkin dilakukan masyarakat. Hal yang sudah terlihat dan jadi fenomena saat ini adalah peralihan industri fesyen dari produk konvensional seperti pakaian ke produksi masker dan alat pelindung diri (APD).
Sub sektor industri kreatif lainnya seperti fotografi, desain grafis, video wisata atau film – film yang menjual rasa kangen wisatawan terhadap suatu tempat yang pernah dikunjunginya. Lalu penggalangan dana melalui konser musik jarak jauh, juga cukup menjanjikan.
Kemudian makanan minuman praktis yang dikemas dalam bungkus yang ramah lingkungan, bukan justru dengan banyak kantung plastik seperti yang terjadi saat ini.
Ketua Pansus 7 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bandung, Asep Mulyadi berharap lahirnya Perda Penataan dan Pengembangan Ekonomi Kreatif (Ekraf) Kota Bandung, dapat memberikan kesejahteraan ekonomi bagi warga Kota Bandung.
Menurutnya pelaku ekonomi kreatif mulai tumbuh di Kota Bandung, namun dengan dukungan perda tersebut, dapat menjadi nilai tambah dalam memberikan sumbangsih untuk perekonomian masyarakat.*